​
Awalnya literasi diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan simbol tertulis. Dengan perkembangan media tidak tercetak, definisi ini harus diperluas lagi mencakup kemampuan untuk mengefektifkan apapun bentuk dari komunikasi, khususnya keterlibatan komunikasi massa yang disebut dengan literasi media. Silverblatt (1995) menyebutkan lima elemen dasar yang menjadi karakteristik dari literasi media. Karakteristik tersebut adalah :
1. An awareness of the impact of media. Writing and the printing press helped changed the world and the people in it. Mass media do the same. If we ignore the impact of media on our lives, we run the risk of being caught up and carried along by that change rather than controlling or leading it.
2. An understanding of the process of mass communication. If we know the component of mass communication process and how they relate to one another , we can form axpectations of how they can serve us.
3. Strategies for analyzing and discussing media messages. To consume media messages thoughtfully, we need a fondation on which to base thought and reflection. If we make meaning, we must possess the tools with which to make it.
4. An understanding of media content as a text that provides insight into our culture and our lives. How do we know a culture and its people, attitudes, values, concerns? We know them through communication. For modern cultures like ours, media messages increasingly dominate that coomunication, shaping our understanding of and insight into our culture.
5. The ability to enjoy, understand, and appreciate media content. Media literacy does not mean living the life of a grump, liking nothing in the media, or always being suspicious of harmfull effects and cultural degradation.
Hal di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. An awareness of the impact of media. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media massa mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol atau memimpinnya.
2. An understanding of the process of mass communication Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen dari proses komunikasi massa dan bagimana komponen tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang bagaimana mereka “melayani” kita.
3. Strategies for analyzing and discussing media messages Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi, sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya.
4. An understanding of media content as a text that provides insight into our culture and our lives Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti kita, pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita.
5. The ability to enjoy, understand, and appreciate media content Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media. Literasi media bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya.
Kemudian, dari lima tersebut (Baran 2004, 54-56) menambahkan dua lagi elemen dasar literasi media, yaitu:
1. An understanding of ethical and moral obligations of media practitioners. To make informed judgements about the performance of the media, we also must be aware of the competing pressures on practitioners as they do their jobs.
2. Development of appropriate and effective production skills. Tradiotional literacy assumes that people who can read can also write. Media literacy also makes this assumption. Therefore, media literate individuals should develop production skills that enable them to create useful media messages.
Pendapat Baran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Understanding of the ethical and moral obligations of media practitioners Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis dan keabsahannya.
2. Development of appropriate and effective production skills. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai. Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca pasti bisa menulis. Literasi media juga mengasumsikan demikian. Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) menyebut tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan media yang bermanfaat.
Elemen Literasi Media
Prinsip Literasi Media ?
Prinsip Literasi
Media
Kita mengenal dunia lewat media, namun media tidak menyuguhkan dunia untuk kita. Dalam kenyatannya untuk menjadi masyarakat yang bertanggung jawab kita butuh literasi media. Untuk itu dibawah ini mengenai prinsip dari literasi media (Aufderheide 2012),
yaitu:
​
1. All media are constructions.
2. The media construct reality
3. Audience negotiate meaning in media
4. Media have commercial implications
5. Media contain ideological and value messages
​
Prinsip tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
​
1. Semua media terkonstruksi. Konsep yang paling penting dalam pendidikan literasi media adalah bahwa media tidak menyajikan refleksi sederhana dari realitas kehidupan, mereka adalah hasil dari sebuah produksi dan memiliki tujaun tertentu. Keberhasilan produksi ini terletak pada kealamian mereka. Namun, meskipun tampak alami, media sebenarnya adalah konstruksi dengan kehati-hatian yang telah mengalami berbagai determinan dan keputusan. Tugas kita adalah untuk mengekspos kompleksitas media sehingga terlihat makna dibalik konten tersebut.
​
2. Media membentuk realitas. Setiap orang berpikiran apakah dunia ini dan bagaimana cara kerjanya. Hal ini didasarkan pada pengamatan. Ketika sebagian besar mengamati tentang konstruksi media dengan sikap, interpretasi dan kesimpulan yang sudah dibangung maka media sedang membangun realitasnya sendiri dari pemahaman itu.
​
3. Audiens menegosiasikan makna dalam media. Dasar pemahaman media adalah kesadaran tentang bagaimana berinteraksi dengan teks-teks media. Ketika melihat teks media akan ditemui makna melalui berbagai macam faktor: kebutuhan pribadi dan kecemasan, kesenangan atau kesulitan sehari-hari, sikap rasial dan seksual, keluarga dan latar belakang budaya. Semua ini memiliki pengaruh pada bagaimana kita memproses informasi. Misalnya, cara di mana dua siswa menanggapi situasi komedi televisi (sitkom) tergantung pada pemahaman masingmasing. Singkatnya, masing-masing dari menemukan atau "negosiasi" makna dalam cara yang berbeda.
​
4. Media memiliki implikasi komersial. Kebanyakan produksi media di negara ini bertujuan untuk bisnis dan mencari untung. Walaupun disebut dengan media publik – televisi publik, radio publik – harus menghasilkan uang untuk bertahan. Media massa tidak berbicara kepada individu saja, tetapi pada sekelompok orang atau disebut juga dengan pasar demografi (orang tua, muda, orang-orang dengan hobi yang berbeda). Semakin banyak uang yang dikeluarkan oleh demografi yang beragam, semakin bernilai target pasar oleh media massa.
5. Media mengandung pesan-pesan ideologis dan nilai. Literasi media seseorang selalu waspada terhadap nilai-nilai yang dibawa oleh teks media dan dampak ideologinya. Semua produk media memberikan nilai tidak untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk nilai-nilai atau cara hidup. Mereka biasanya menegaskan sistem sosial yang ada. Pesan-pesan ideologis yang terkandung di dalamnya, narasi film Hollywood yang biasa hampir tak terlihat untuk Amerika Utara, tetapi mereka akan jauh lebih bernilai kepada orang-orang di negara berkembang. Media mainstream khas Amerika Utara menyampaikan sejumlah pesan eksplisit dan implisit ideologis, yang dapat mencakup beberapa atau semua hal berikut: sifat "kehidupan yang baik" dan peran kemakmuran di dalamnya, kebajikan "konsumerisme," kata peran yang tepat dari perempuan, penerimaan otoritas, dan patriotisme tidak perlu diragukan lagi. Kita harus menggunakan teknik decoding untuk mengungkap pesan-pesan ideologis dan nilai-nilai sistem. Prinsip media ini harus disadari baik individu maupun kelompok agar media yang mereka konsumsi tanpa disadari baik atau buruk memiliki tujuan tertentu, sehingga konsumen bisa memproteksi diri sendiri dari hal-hal negatif dan menerima hal-hal positif yang akan ditularkan oleh media.
Kemampuan Literasi Media
​
Mengkonsumsi konten media sangatlah mudah, seperti hanya dengan menekan tombol televisi atau dengan memutar musik di radio. Namun demikian, mengkonsumsi media membutuhkan sejumlah keahlian khusus (Baran 2004, 56- 58) yaitu:
​
1. The ability and willingness to make an effort to understand content to pay attention, and to filter out noise.
2. An understanding of and respect for the power of media messages.
3. The ability to distinguish emotional from reasoned reactions when responding to content and to act accordingly.
4. Development of heightened expectations of media content
5. A knowledge of genre conventions and the ability to recognize when they are being mixed. 6. The ability to think critically about media messages, no matter how creadible their sources. 7. A knowledge of the internal language of various media anf the ability to understand its effects, no matter how complex.
​
Beberapa kemampuan di atas akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami, memperhatikan, dan menyaring penyampaian pesan media Apapun yang ikut campur dalam keberhasilan komunikasi disebut gangguan, terlebih gangguan dalam proses komunikasi massa merupakan hasil dari perilaku konsumsi. Misalnya, ketika menonton TV seringkali melakukan hal lain, seperti makan, ngobrol dengan teman di telepon, membaca atau ketika mengendara sambil mendengarkan radio. Tentunya, kualitas dari yang dibuat berhubungan dengan usaha yang diberikan.
​
2. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa telah ada selama lebih dari satu setengah abad. Setiap orang dapat menikmatinya. Kontennya bebas dan relatif tidak mahal. Kebanyakan isi nya sedikit konyol sehingga mudah untuk disalah artikan dan memberi pengaruh. Namun pengaruh ini tidak berlaku bagi mereka yang literet media. Mereka cukup mengerti pengaruh komunikasi massa terhadap sikap, kebiasaan, nilai.
​
3. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan ketika menanggapi konten dan untuk bertindak seharusnya. Konten media sering di desain untuk menyentuh tingkat emosional manusia. Sering kita terlena ketika mendengarkan musik yang indah atau acara TV. Tapi, karena kita bereaksi secara emosional untuk pesan ini bukan berarti mereka tidak mempunyai dampak terhadap hidup kita.
​
4. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media. Media digunakan untuk mengisi hari-hari dan menghabiskan sedikit waktu. Ketika memutuskan untuk menonton acara di TV, kita mengganti channels hingga menemukan sesuatu yang pas untuk dilihat. Ketika berharap akan menemukan konten media yang bagus, maka juga akan membuat usaha yang besar juga untuk mendapatkannya.
​
5. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali media ketika dipadukan. Kata-kata genre disini berarti menunjukkan media yang berbeda, seperti berita, film dokumenter, film horor, atau majalah dan lain-lain. Pengetahuan tentang konvensi ini penting karena memberikan isyarat dan pemahaman langsung. Contohnya, dalam film dokumenter tentang tenggelamnya kapal Titanic lebih masuk akal dibanding melihatnya di film Hollywood. Alasan kedua mengapa penting yaitu, terkadang dalam usaha untuk mendapatkan banyak penonton (alasan profit) atau untuk alasan kreatifitas, pembuat konten media memadukan konvensi genre ini. Membaca teks media menjadi lebih sulit setelah di co-opted.
​
6. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka. Perlu diketahui bahwa media sangat penting dalam demokrasi karena media merupakan pusat pemerintahan. Inilah sebabnya kenapa media berita terkadang disebut sebagai keempat cabang pemerintahan, pelengkap eksekutif, yudisial dan cabang legislatif. Ini bukan berarti harus percaya pada setiap yang mereka laporkan. Namun, sulit untuk memilih antara ingin percaya dan menerima apa yang dilihat, mendengar tanpa bertanya, bila berharap untuk menangguhkan kepercayaan dan didorong dengan media sendiri untuk melihat kontennya bisa dipercaya dan benar.
​
7. Pengetahuan tentang bahasa internal dari beragam media dan kemampuan untuk mengerti dampak, tidak peduli seberapa kompleksnya. Masing-masing media sesuai genre punya gaya konvensi dan bahasanya sendiri. Bahasa yang ditampilkan dalam nilai produksinya menyangkut pilihan pencahayaan, editing, special effect, musik, angle kamera, lokasi, ukuran dan penempatan tajuk. Untuk mampu mebaca teks media harus dipahami bahasanya.
Pelaksanaan Literasi Media
Melengkapi literasi media yang sulit dicapai namun memiliki tujuan yang layak, dapat dilihat dan dimengerti mengenai model literasi media. Model dari literasi media tersebut menunjukkan beberapa tema yang telah diselidiki. Keseluruhan literasi media pada dasarnya memiliki dasar untuk memahami proses dari komunikasi massa. Pada tingkat kedua dari elemen yang paling dasar yaitu, pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita, dan kewaspadaan akan dampak media. Sekali konsumen pesan media yang memperoleh tiga unsur ini, yang lainnya harus diikuti dengan logika. Individual dapat mengubah posisi relatif dari elemen dasar yang tersisa dan memblok bangunan yang sesuai dengan strategi konsumsi sesuai dengan pribadi masing-masing (Baran 2004, 60). Bagi Potter (2008, 9-12) perspektif dibangun oleh struktur pengetahuan (knowledge structure) yang kita miliki. Untuk membangun struktur pengetahuan diperlukan “alat” dan “bahan baku”. Alat adalah keterampilan (skills) kita, sedangkan bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. Menggunakan secara aktif berarti sadar terhadap pesan, dan secara sadar berinteraksi dengan pesan-pesan tersebut. Kunci media literacy adalah membangun struktur pengetahuan yang baik. Individu perlu memiliki pengetahuan tentang efek media, isi media, industri media, dunia nyata dan diri. Potter mengajukan ada tiga pilar yang membentuk literasi media, yaitu :
​
​
1. Personal Locus, terdiri dari tujuan dan dorongan. Locus merupakan kombinasi antara kesadaran terhadap tujuan, dorongan, dan energy yang mengarahkan kepada pencarian informasi. Locus beroperasi dalam dua bentuk: sadar dan tidak sadar.
2. Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media selalu bersikap seperti itu.
3. Keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu: keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis dan mengabstraksis pesan- pesan media.
(1) Analyze/Menganalisa.
Kompetensi berikutnya adalah kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu. Masyarakat harus dapat menganalisa setiap pesan yang disampaikan oleh media massa. Kemudian bisa memahami setiap konteks pada pesan yang disampaikan. Contohnya adalah ketika terdapat banyak sekali opini publik yang tergabung dalam suatu kubu partai politik yang terlihat menjatuhkan kubu lain, masyarakat bisa menyikapi itu dengan menganalisis pernyataan-pernyataan opini mereka. Tidak langsung hanya ikut-ikutan orang lain. Masyarakat bisa ikut mengkritisi opini-opini tersebut dengan dasar argumen yang kuat.
(2) Evaluate/Menilai.
Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media.
(3) Grouping/pengelompokan
Menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara: menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
(4) Induction/Induksi
Segala informasi yang beredar bisa disimpulkan oleh masyarakat dengan bijak.
​
(5) Deduction/deduksi
Informasi yang beredar bisa dijelaskan masyarakat secara rinci dan akurat.
(6) Synthesis/sintesis
Merakit informasi yang terpecah belah. Masyarakat dapat memilah informasi yang banyak dan merakitnya, kemudian bisa menyimpulkannya.
(7) Abstracting/ abstrak
Dapat menjelaskan gambaran dari pesan dengan singkat serta menangkap esensi dari pesan yang beredar tersebut.